Berawal dari salah satu alumni Sicita (Siswa Pecinta Alam), Ko Ivan, tercetuslah ide untuk melakukan pendakian bersama beberapa alumni lain yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya pada tanggal 25 September 2015 . Pada awalnya tujuan kami adalah Gunung Gede Pangrango. Berbagai informasi mengenai gunung tersebut sudah kami kumpulkan. Sayang sekali, akibat kemarau yang berkepanjangan dan dikhawatirkan akan beresiko pada kebakaran hutan, maka pihak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memutuskan untuk menutup pendaftaran sampai batas yang belum ditentukan. Karena hal itu, kami memutuskan untuk beralih ke Gunung Cikuray yang berlokasi di daerah Garut.
Team kami terdiri dari 5 orang. Aku, Ko
Ivan, Tepen, dan Kak Wini yang memang alumni Sicita SMA Xaverius Bandar Lampung
dan satu anggota lagi adalah Kak Tirta, teman sekantor Ko Ivan. Kami berkumpul
di daerah Pancoran. Pukul 22.00 kami memulai perjalanan. Bermodal GPS dan
bertanya beberapa kali, akhirnya kami sampai di kawasan Gunung Cikuray pukul
03.00. Kami berhenti di lokasi yang masih “layak” dikendarai mobil. Ada
beberapa penjaga yang menyarankan untuk melihat dulu jalan ke pos pemancar
karena jalan yang sangat “extreme” untuk dilalui mobil. Setelah sang supir
kami, Tepen, diantar melihat jalan yang parah dengan menggunakan motor, ia pun
angkat tangan dan akhirnya kami memutuskan untuk memarkir mobil disana
dan melanjutkan dengan berjalan kaki.
Berdasarkan informasi warga, waktu untuk
mencapai pos pemancar yang menjadi start pendakian sekitar 2 jam lebih.
Sekarang pukul 04.00 dan kami baru sampai di pos sebelum pemancar. Disana ada
warung kecil dan ternyata sudah banyak para pendaki yang akan memulai
perjalanan. Mereka melanjutkan perjalan dengan menyewa mobil pick-up atau
dengan ojek. Sesuai kesepakatan, akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Pos
Pemancar dengan menyewa pick-up yang tarifnya Rp 25.000/orang.
Ternyata jarak untuk ke pemancar cukup jauh
dan jalan yang dilalui sangat amat parah untuk dilalui mobil. Aku mengacungkan
jempol untuk para supir pick-up yang memang sudah expert sekali.
Jam 05.30 kami sampai di Pos Pemancar. Untung saja kami tidak memutuskan untuk
berjalan sampai pemancar, bisa-bisa baru sampai jam 07.00.
Kami berisitirahat sejenak di Pos Pemancar.
Disana memang ada mushola dan ada beberapa WC. Aku melihat beberapa pendaki
mengisi jerigen untuk dibawa mendaki. Maklum saja, di gunung Cikuray ini tidak
ada mata air. Jadi persediaan air yang dibawa harus banyak.
Setelah melakukan registrasi, kami bersiap
untuk “mencicipi”
Gunung Cikuray. Hawa yang sangat sejuk membuat kami sangat nyaman. Yang pasti
tidak akan bisa ditemukan di kota Jakarta. Pemandangannya pun membuat kami
tidak berhenti untuk berdecak kagum. Kami pun tidak mau melewatkan untuk
mengabadikan moment.
![]() |
Di Pos Pemancar, yang menjadi Start
Pendakian kami
|
![]() |
Melewati Perkebunan Teh |
Setelah berjalan beberapa menit, kami
disambut “Tanjakan Baued” kemudian “Tanjakan Cihuy”. Perjalanan terus menanjak.
Perlu diketahui, gunung ini mempunya track yang curam. Banyak “tanjakan setan”
yang membuat kita harus focus dan berhati-hati.
Kami terus berjalan beriringan, sesekali
beristirahat untuk mengatur napas. Di tengah perjalanan antara pos 2 dan 3,
perut kami sudah meronta-ronta minta disupply. Hehehe. Dan berhentilah kita
untuk masak mie instan. Dua mie goreng ukuran standard dan 1 ukuran jumbo untuk
kami berlima. Kami pun makan dengan lahap.
![]() |
Wefie sebelum mulai pendakian lagi |
Setelah berhenti cukup lama, kami melanjutkan perjalanan ke pos 3. Jarak antara
pos 2 dan 3 sangat amat jauh. Membuat kami cukup patah semangat mengingat untuk
mencapai puncak harus melewati 7 pos.
Sampailah di pos 3. Cukup menguras tenaga
dengan kondisi track disana, ditambah lagi persediaan air minum kami yang
semakin menipis. Pendakian saat ini pun cukup padat karena gunung Papandayan
dan gunung Gede masih ditutup karena kebakaran. Jadi gunung Cikuray menjadi
tempat alternative paling cocok. Kami pun mempunyai strategi untuk membagi tim.
Tim pertama aku dan Kak Tirta mendaki terlebih dahulu agar cepat mencapai
puncak dan mendirikan tenda. Tim kedua Ci Wini, Ko Ivan, dan Tepen berada di
belakang menyesuaikan kemampuan fisik Ci Wini.
Aku dan Kak Tirta terus mendaki walaupun
napasku sudah terengah-engah. Sesekali kami berhenti mengatur napas. Di
dalam benakku “Gue
harus nyampe puncak”. Ambisi tersebut mengalahkan kelelahanku. Di tengah
perjalanan sempat ada yang berkata “Kak, itu mukanya udah pucet banget.
Istirahat aja dulu kak.” Aku pun dengan santai menjawab “Ga kok, emang
mukanya begini. Hehehe.”
Jam 17.00 aku dan Kak Tirta sampai di pos
bayangan. Waaw.. Kumpulan tenda sudah bertebaran. Mendirikan tenda di puncak
menjadi hal yang mustahil saat ini. Padahal jarak pos bayangan ke puncak cukup
dekat. Ya sudahlah mau bagaimana lagi. Sisa tempat untuk tenda ada di pinggiran
dan itu posisinya miring. Gimana kita tidur nanti. Kami pun mencari-cari lagi.
Yeah, ada 1 sisa tempat lagi. Tapi memang agak kecil. Kami pun meminta tenda
sebelah agak merapat supaya cukup. Tidak sampai disitu, kami masih meminta
tolong membantu mendirikan tenda. Hehehe..
Pukul 19.00 anggota team kami sudah lengkap
ada di tenda. Kenyataan tidak bisa nge-camp di
puncak sudah kami terima dengan lapang dada. Jiaaah.. Keputusannya kami akan
tetap ke puncak besok shubuh dan akan tetap mendapatkan sunrise !!! Setelah
mengisi perut dengan nasi, sarden, dan nugget kami tidur dengan pulas.
Menyiapkan fisik untuk besok.
Tanggal 27 September 2015 jam 05.00 kami pun
akhirnya mencapai puncak. Yeyeyeyeyey…
Terharu banget ngeliat keindahan view puncak
Cikuray. Rasanya puas banget, semua capek terbayar sudah. Kami pun tak melupakan
untuk selfie sana sini. Sicita akhirnya mencapai puncak Gunung Cikuray.
![]() |
Sunrise Cikuray |
![]() |
Salam Sicita, Salam Rimbaaa !! |
![]() |
Team Sicita (Aku, Ko Ivan, Ci Wini, Tepen) dan Kak Tirta di puncak Cikuray |
Setelah dirasa cukup, kami kembali ke tenda
dan bersiap untuk turun. Sekitar pukul 08.30 team sudah siap membawa
barang-barang. Tak lupa pula kumpulan sampah dibawa juga. “Pendaki yang baik
adalah pendaki yang peduli lingkungan”. Ingat kode etik Sicita !
Take nothing but picture.
Leave nothing but footprint.
Kill nothing but time.
![]() |
Foto dulu di tempat ngecamp sebelum turun |
Saat turun, team kami terpecah. Kak Tirta ada
didepan bersama team pendaki lain. Setengah perjalanan aku sama Ci Wini dan
Tepen dengan Ko Ivan. Setengah perjalanan lagi aku bersama Tepen dan Ci Wini
dengan Ko Ivan.
Begitulah perjalan kami. Memang, masih ada
beberapa kekurangan dari pendakian kami. Salah satunya adanya perbedaan tujuan.
Beberapa tujuan utama dari team kami adalah “Puncak” dan ada juga yang memiliki
tujuan “yang penting Kebersamaan”. Mungkin ada baiknya, kalau waktu kita
terbatas, dan tipe Pengejar
Sunrise carilah anggota team yang se-visi-misi dan mempunyai stamina yang
cukup kuat. Hehehe.
See you mountaineers !!!!
0 Comments