Cahaya Itu Bernama Fajar




Sebuah cermin lipat berukuran 20 cm x 20 cm yang ada di meja kerja memantulkan sesosok wajah dengan senyum merekah, kemudian diam berwajah datar, senyum lagi, diam lagi, dan tertawa lebar. Sedetik kemudian berteriak, “Semangaaaaat, Tantiiii!!” Reza yang berada di sebelah meja kerjanya hanya geleng-geleng kepala. Begitulah rutinitas seorang gadis tomboy bernama Tanti.  Menurutnya, itu ritual khusus sebagai penyemangat untuk mengawali hari.


“Eh Tanto, berisik tau. Kasian banget ya si jomblo akut satu ini. Nggak ada yang nyemangatin, eh nyemangatin diri sendiri. Gue heran, tampang yaa enggak jelek-jelek amat lah. Dipoles dikit udah mirip pemain FTV, pemain figuran FTV maksudnya hahaha," Reza tertawa renyah. 

Tanti hanya melirik tajam. 

"Eh tapi serius. Menurut dari kacamata cowok kece kayak gue, lu tuh cantik. Sayang aja modelannya kayak tukang jagal gini hahaha. Makanya jadi cewek yang kalem, yang feminin, jangan pethakilan. Ati-ati loh stok cowok makin dikit. Udah dikit dikurangin yang jeruk makan jeruk lagi," ledek Reza

“Ah sial lu Paijo. Kan gue menganut prinsip be your self. Masalah jodoh mah udah ada yang ngatur. Kali aja jodoh gue dateng hari ini," timpal Tanti. 

“Haha pagi-pagi udah ngayal aja lu," kata Reza. 

“Aah bodo amat Paijoooo.. Daripada lu, gaya banget macarin Sherly, udah tau maintenancenya mahal. Masa baru aja gajian, dompet udah tinggal pajangan. Mending kalo si Sherly bakal jadi bini lu. Kalo dia ketemu yang lebih tajir, paling lu dihempaskan. Hahahahaha," jawab Tanti tak mau kalah. 

"Ah parah lu. Doain aja ayang beb gue bakal setia ama gue apapun kondisi gue. Ntar gue aamiinin juga deh doa lu yg bakal ketemu jodoh hari ini."

"Terserah lu dah. Ngeliat muka lu jadi mules gue. Hahaha."

Saat Tanti berjalan menuju toilet, Tanti melihat ada sesosok laki-laki berkemeja biru dengan postur tinggi tegap dan kulit putih. Walaupun hanya terlihat dari belakang, Tanti sudah bisa menebaknya. “Pasti Beny," katanya dalam hati. Panggilan untuk iseng pun datang. Langsung saja Tanti menepuk pundaknya seraya teriak “Woooy...!!”.

Astaghfirullah," katanya dengan tampang kaget bukan kepalang sambil menoleh ke arah Tanti. Tanti pun tidak kalah kagetnya. Malah campur wajah yang memerah.

“Aduh, sorry sorry yaa. Gue kira Beny. Abisnya dari belakang mirip banget sih," kata Tanti seraya memandang wajah yang entah mengapa membuat jantungnya berdetak cepat.

“Iya, gak apa-apa mbak. Oh iya perkenalkan saya Fajar, IT Support yang baru.”

“Gue Tanti. Selamat bergabung di Mearindo, jawab Tanti sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman.

“Terima kasih mbak Tanti, kata Fajar dengan kedua tangan bergaya salaman tetapi hanya ditaruh di depan dadanya sambil tersenyum manis.

Malu untuk yang kedua kali. Begitulah yang terjadi pada Tanti. Baru kali ini ia ditolak salaman. "Wah pasti jebolan pesantren nih orang", kata Tanti dalam hati. Kemudian ia teringat guyonan tadi dengan Reza. Jangan-jangan dia jodoh gue.

Pertemuan yang kocak nan aneh itulah yang menjadi awal dari kisah Tanti dengan Fajar.

***

Jogja. Kota tersebut merupakan kota dimana Tanti menyematkan rindu. Disanalah ia menghabiskan keceriaan bersama ayah ibu tercinta. Dan disana jugalah tempat dimana ayahnya disemayamkan. Ayah tercintanya dipanggil untuk menghadap Illahi. Maka tak heran, ketika mendengar kata Jogja, Tanti akan selalu teringat oleh kepingan kenangan bersama sang ayah.

Tak disangka. Ternyata Jogja mempunyai magnet tersendiri bagi Fajar. Sudah beberapa kali ia kesana bersama ayahnya untuk sebuah misi. Jogja adalah tempat dimana ayahnya dilahirkan dan menghabiskan pendidikan sekolah dasar sebelum akhirnya dipindahkan ke Jambi. Dan sekarang ayah Fajar terputus komunikasi dengan sanak saudara di Jogja.

Obrolan tentang Jogja yang bermula dari persiapan pembukaan cabang Mearindo, membuat Tanti dan Fajar mengenal satu sama lain. Mereka begitu mendambakan Jogja. Selanjutnya, Tanti dan Fajar merasa nyambung. Ada saja kebetulan-kebetulan yang membuat mereka semakin cocok. Mereka sama-sama gila mendaki gunung, penggemar football club Chelsea, sedang marathon nonton drama series The Walking Dead, sama-sama punya impian menjadi entrepreneur, dan masih banyak kesamaan yang lain. Tetapi ada satu perbedaan besar antara mereka. Tanti belumlah mempelajari dan mengamalkan agama Islam sebaik Fajar. 

Tak jarang, Fajar menasihati Tanti.

Tanti, ada artikel bagus nih tentang perkembangan Islam, coba baca deh.

Tanti, ini buku buat kamu. Kemaren saya iseng ke Gramedia eh ada buku bagus, The Real Muslimah. Coba deh baca kalo kamu ada waktu kosong.

Tanti, kalau kamu lagi dapet ujian, kamu harus sabar dan ikhlas. Sesungguhnya Allah ingin menguji kamu apakah kamu akan tetap berprasangka baik terhadap kehendak Allah.

Tanti, katanya kamu mau do'amu dikabulin tepat waktu, masa shalat aja enggak tepat waktu.

Tanti, si Arini sekarang berhijab ya? Kamu kapan menjemput hidayah buat berhijab?

Seperti itulah kata-kata yang sering keluar dari mulut Fajar selama enam bulan ini. Ia tak lelah menasihati orang-orang di sekitarnya, terlebih Tanti. Sempat juga ibu Tanti masuk rumah sakit. Mendengar kabar tersebut, Fajar langsung menengok ke rumah sakit dan mendoakan agar ibu Tanti cepat pulih. Ia berkata kepada Tanti.

"Tanti, kamu yang sabar yaa. Kamu jangan lupa sholat doakan ibumu. Allah memberikan kita ujian, karena Dia rindu dengan rintihan doa kita terlebih di sepertiga malam terakhir."

"Makasih banyak ya Jar."

Ketika di sepertiga malam, Tanti mengikuti nasihat Fajar untuk shalat tahajjud. Ia benar-benar khusyuk. Ia berdoa agar ibunya disembuhkan. Ia juga tengingat akan dosa-dosanya. Pantaskah ia meminta ini dan itu sedangkan ia saja masih banyak berdosa. Ia pun berjanji akan menjadi pribadi yang lebih baik di mata Allah. Keesokan harinya, di luar dugaan. Ibunya telah pulih dan sudah bisa keluar dari rumah sakit. Ia bersyukur tiada tara dan ia yakin kesembuhan ibunya adalah jawaban dari rintihan doa Tanti semalam.

Semenjak saat itu, Tanti yang biasa dipanggil Tanto mulai berubah secara perlahan. Walaupun suaranya masih belum selembut Pevita Pearce, penampilannya belum seanggun Raisa tetapi setidaknya ia sudah lebih baik. Tingkahnya juga sudah jauh dari kata pethakilan. Sekarang ia sudah tidak lagi nobar pertandingan sepak bola bersama genknya yang mayoritas laki-laki, sudah tak pernah pula nongkrong ketika Sabtu malam. Dan yang paling utama ialah sekarang Tanti sudah hijrah dengan berhijab.

Fajar. Ia laksana cahaya yang menuntun Tanti untuk berbenah diri menjadi wanita muslimah yang lebih baik dan lebih baik lagi.

“Aku pernah baca Jar, menurut Imam Syafi'i, ketika engkau sudah berada di jalan yang benar menuju Allah, maka berlarilah. Jika sulit bagimu maka berlari kecillah. Jika kamu lelah maka berjalanlah. Jika itupun tidak mampu, merangkaklah. Namun jangan pernah berbalik arah atau berhenti, imbuh Tanti saat ia mengulur waktu untuk berhijab syar’i.

“Tanti tapi kita ini sering tertipu dengan usia muda. Padalah mati itu enggak harus nunggu tua loh," jawab Fajar yang membuat Tanti langsung diam. Begitulah selalu endingnya. Fajar selalu membuat Tanti terbungkam dan membenarkan perkataan Fajar. 

Sering kali Reza meledek Tanti. “Cieee.. Pak Ustadz Fajar bisa juga ya ngebuat Tanto jadi kayak gini.

“Reza.. Ada satu yang perlu lu garisbawahi. Gue berubah bukan untuk terlihat sempurna di hadapan Fajar. Mungkin Fajar adalah perantara dari Allah untuk menyadarkan gue. 

Memang seperti itulah adanya. Fajar adalah pembuka jalan Tanti dalam menjemput hidayahNya. Fajar adalah seseorang yang shalih, berwawasan luas, bijaksana, mengayomi, dan sosok pemimpin idaman. Terlebih pemimpin idaman dalam rumah tangga. Belum lagi banyak kesamaan mereka yang membuat Tanti jatuh hati. Tetapi kenyataanya bukan karena itu Tanti berubah, melainkan 100% karena Allah.

Sampai pada suatu hari, Tanti mendengar kata yang begitu menggetarkan.

“Tanti, kamu tahu bahwa Islam tidak melarang manusia untuk jatuh cinta. Yang dilarang dalam Islam adalah  perbuatan negatif yang mengatasnamakan cinta.”

“Iya aku setuju, Jar.”

“Saya enggak mau terjerumus pada perbuatan negatif. Awalnya saya kira saya hanya sekedar kagum oleh sosok kamu. Tetapi ternyata lebih dari sekedar kagum. Maka dari itu, kalau kamu berkenan, dalam waktu dekat saya dan keluarga ingin bertemu dengan orang tuamu Tanti.”

Tidak hanya Tanti, ternyata Fajar juga memendam rasa. Bagi Fajar, Tanti adalah sosok inspiratif. Sepeninggal ayahnya, ia menjadi perempuan yang begitu tangguh. Ia mulai membiayai hidupnya sendiri dengan bekerja part time sampai akhirnya ia bisa menyandang gelar sarjana. Ia pun sekarang menjadi kebanggaan ibu yang sangat ia cintai. Tanti selalu tangguh dalam mengahadapi keterbatasan. “Ia pasti akan menjadi ibu yang hebat untuk anak-anakku kelak”, pikir Fajar. Apalagi setelah Tanti berhijab dan menjadi pribadi yang lebih baik, niat Fajar semakin mantap untuk memproklamirkan bahwa ia berharap agar mereka dipersatukan dalam ikatan suci pernikahan.

***

Pagi yang cerah mengiringi hari bahagia di sebuah masjid di bilangan Jakarta. Suasana khidmat nan syahdu menambah sempurna sebuah prosesi sakral. Tanti memandang ibunya yang duduk bersebelahan dengan ayah Fajar. Tampak ibu Tanti berurai air mata karena mengingat kisah anak gadisnya. Ayah Fajar di sampingnya mengelus lembut pundak ibu Tanti. Melihatnya Tanti tak kuasa menahan air mata. Tidak. Bukan karena melihat mereka, tepatnya karena melihat Fajar mengikrarkan janji suci.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Annisa Rahayu binti Adiyanto Santoso dengan mas kawin tersebut dibayar tunai", Fajar mengucapkan dengan mata memerah. Ia pun segera melihat Tanti yang sedang tertunduk menutupi wajah yang dipenuhi air mata.

Akhirnya Fajar menikah. Bukan dengan Tanti tetapi dengan Annisa, pilihan ibunya.

Keluarga besar Tanti dan Fajar tidak merestui mereka untuk menikah. Saat orang tua Fajar ke rumah Tanti, ternyata ada sebuah fakta yang menjungkirbalikkan semuanya. Ayah Fajar dan Ibu Tanti adalah kakak beradik korban perceraian yang terpisah berpuluh-puluh tahun lamanya. Misi ayah Fajar untuk menemukan sang kakak ternyata terwujud. Layaknya sebuah keajaiban.

Dengan begitu, Tanti dan Fajar adalah sepupu. Dalam Islam, mereka memang bukan mahram dan diperbolehkan menikah. Tetapi karena faktor adat dan budaya yang tidak melumrahkan hal tersebut, keluarga besar mereka terlebih ibu Fajar yang mempunyai riwayat penyakit, menolak untuk merestui pernikahan Tanti dan Fajar.

Mendengar keputusan ibu Fajar yang tetap keukeuh tidak mau merestui dan justru menentukan jodoh pilihannya, Fajar tidak bisa berkata apapun. Sehebat apapun ia memiliki rasa terhadap Tanti tetapi ia tidak akan pernah membangkang kepada ibunya.

Tanti menarik napas panjang. Cahaya itu bernama Fajar. Ia datang bukan untuk menjadi pendamping hidup Tanti. Ternyata skenario Allah adalah sang cahaya datang untuk mengemban 2 tugas. 
Pertama, Fajar adalah pembuka jalan untuk mempertemukan kakak beradik yang lama terpisah. 
Kedua, Fajar adalah pembuka jalan Tanti untuk menjemput hidayah.

Ilmu sabar dan ikhlas yang sering diajarkan Fajar membuat Tanti tetap berprasangka baik terhadap Allah. Segera ia menghapus air matanya dan bergumam "Semoga kamu bahagia, Fajar !!"

4 Comments

  1. non kharina windi " yang katanya raisa "
    mahir juga bikin tulisan :D
    di tunggu tulisan tulisan berikutnya
    semangaaaaaaaaaaaaaaat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih bang udah mampir. Hehe
      Siaaap laksanakan !!

      Delete
  2. Replies
    1. Ahahaha karena semua kisah ga selalu happy ending haha

      Delete