Semenjak jatuh cinta
pada pandangan pertama dengan gunung Cikuray bulan September lalu, aku cukup
lepas control kalau ada yang ngajak nanjak. Dan seperti saat inilah. Wahyu,
teman SMPku yang kebetulan 1 kampus, dia berniat ke gunung Gede via Cibodas.
Padahal saat dari Cikuray aku berjanji untuk tidak naik gunung lagi sampai
skripsiku selesai. Apalah daya. Janji tinggalah janji. Hehehe.
Team kami terdiri dari
aku, Wahyu, Bang Bakti, Bang Kemal, Bang Irham, dan Mbak Hermi. Aku dan Wahyu
berangkat dengan mobil pribadi sedangkan yang lainnya yang kebetulan rumahnya
daerah Cibinong membawa motor.
Pada 7 November 2016, aku berangkat dari
rumahku di pelosok daerah Citayam yang katanya “tempat jin buang anak” sekitar jam 22.00. Selama perjalanan aku nabung tidur karena rencananya pagi kita
akan langsung naik. Sekitar jam 01.00 kami sudah sampai di pintu masuk Cibodas.
Dan berkumpulah kami sekaligus perkenalan dengan team dari Cibinong sambil
menunggu pagi.
Pada 8 November 2015 jam 09.00 kami sudah
berada di depan Balai bersiap untuk mencicipi indahnya Gunung Gede. Perlu
diingat, untuk mendaki gunung Gede Pangrango cukup complicated dibandingkan dengan gunung lain. Harus melalui system
daftar online, 1 team harus minimal 3 anggota, harus bawa surat dokter, harus
pakai sepatu. Ya memang ada benarnya, semua semata-mata untuk keselamatan para
pendaki.
Pendakian diawali
dengan jalan berbatu. Di sepanjang jalan, banyak berlalu lalang para pengunjung
yang didominasi para ABABIL. Banyak juga orang tua yang membawa anaknya. Mereka
kebanyakan bukan untuk mendaki ke Gunung Gede ataupun Gunung Pangrango,
melainkan berwisata ke air terjun Cibeureum.
Ayo semangaaat, jangan mau kalah sama anak kecil baju item *lirik foto di sebelah kiri |
Setelah melewati
Telaga Biru, kami melewati jembatan yang cukup lebar. Menurut beberapa orang,
kalau dulu jembatan ini masih dari kayu yang tidak begitu kokoh seperti
sekarang.
Si Manis Jembatan Kayu #eeeh |
Kemudian kami sampai
di Rawa Panyangcangan. Disini adalah cabang untuk para pengunjung yang mau ke
air terjun Cibeureum atau ke Gunung Gede Pangrango. Dari pertigaan ini, jalan
mulai menanjak dan sudah berganti dengan jalan tanah.
Setelah dari Rawa Panyangcangan, kami melewati pos Rawa Denok 1, Rawa Denok 2, Batu Kukus 1, Batu Kukus 2. Kami sampai di Batu Kukus 2 sekitar jam 12.00. Kami berteduh karena kondisi hujan yang cukup deras dan kondisi kaki Bang Bakti yang keram. Setelah menunggu sekian lama, hujan tidak juga berhenti. Sebenarnya kami semua membawa jas hujan, tetapi Bang Bakti yang didukung Bang Irham sudah tidak sanggup melanjutkan perjalanan. Karena hal itu, terjadilah perbedaan pendapat. Bang Bakti tidak mau melanjutkan dan lebih baik turun walaupun sendiri dan mempersilahkan yang lain melanjutkan perjalanan. Bang Irham dan Mbak Hermi masih bisa melanjutkan perjalanan tetapi tidak bisa cepat. Dan aku tentunya, bersama Wahyu dan Bang Kemal masih mengidamkan puncak. Walaupun ngecamp di Surya Kencana hanya tinggal angan, setidaknya aku harus mencapai puncak.
Kami 1 team, tidak
mungkin kita dipecah sebagian turun dan sebagian naik. Akhirnya terciptalah
kesepakatan. Kami melanjutkan perjalanan sampai menemukan lokasi yang cocok
untuk membangun tenda. Lalu perjalanan ke puncak akan dilanjutkan besok.
Di tengah hujan di Pos Batu Kukus 2, dan di tengah kegalauan antara harus turun atau lanjut |
Jam 15.00 kami
melanjutkan perjalanan. Kami menyeimbangi kemampuan Bang Bakti berjalan. Setelah
beberapa lama, kami menemukan tempat yang cocok. Datar. Cukup luas. Tetapi Bang
Kemal menyuruh untuk terus lanjut dan ngecamp di Air Panas yang setelah aku
tahu belakangan ini ternyata tempat tersebut cukup angker.
Di tengah hujan, kami
mencoba membangun tenda di depan pos Air Panas. Karena tanahnya berbatu, tenda
yang kami buat pun ala kadarnya. Kami pun beristirahat di pos Air Panas dan membawa
barang bawaan kami kesana. Langsung saja kami atur posisi untuk istirahat dan
masak.
Kondisi normal yang
sudah dingin ditambah hujan yang masih belum berhenti, membuat kami menggigil.
Setelah makan, ngopi-ngopi cantik,
dan menghangatkan badan di depan kompor, kami bergegas ambil posisi tidur.
Rencana untuk besok, aku, Wahyu, dan Bang Kemal akan melanjutkan perjalanan ke
puncak sekitar jam 02.00 karena mengharapkan kemunculan Sang Sunrise. Dan yang
lain memutuskan untuk istirahat di pos Air Panas. Oh iya di pos ini ini kami juga bermalam dengan team lain yang tidak bisa mendirikan tenda karena frame tendanya salah bawa. "Looh kok iso?", kataku dalam hati.
Nasi setengah mateng ditemani sarden. Maafkan adek yang belom bisa masak nasi ya kakak-kakak huhu |
Dan rencana tinggalah
rencana. Aku bangun jam 06.00. Sebenarnya jam 02.00 aku bangun tetapi karena
tidak kuat dengan hawa dingin, membuat aku mager tingkat dewa. Dingin saat itu disebabkan beberapa hal. Pertama, yang namanya di ketinggian pasti memang suhunya rendah. Kedua, hari itu hujan terus-menerus membuat hawa semakin dingin. Ketiga, kita tidur di shelter terbuka bukan di tenda sehingga udara dingin langsung terasa. Dan yang terakhir, ada sebagian yang tidak bawa sleeping bag, jadinya sleeping bag punyaku harus dipakai berdua dengan Mbak Hermi. Alamaaak... kurang dingin apa coba. Alhasil jam 08.00 kami baru mulai bergegas summit attck dan
target jam 12.00 sudah sampai kembali di Pos Air Panas.
Kami melewati pos
Kandang Batu, Air Terjun Panca Weuleuh, Kandang Badak. Di Kandang Badak ini,
salah satu tempat favorit untuk ngecamp.
Dan disini pula pertigaan yang memisahkan pendaki yang ingin ke Gunung Gede
atau Gunung Pangrango.
Di Persimpangan Kandang Badak |
Jalan ke puncak
ternyata agak sedikit lebih sulit dibanding sebelumnya. Apalagi jika melewati
tanjakan setan. Tapi karena ketidaktahuan kami, kami malah melewati jalan yang
tidak ada tanjakan setannya. Meskipun begitu, gunung ini masih lebih manusiawi dibandingkan gunung Cikuray
yang hampir semuanya tanjakan setan.
Jam 10.30 kami sampai
di puncak dan Bang Kemal dengan kamera DSLRnya mulai memoto sang model KW ini.
Hehehe.
Ketika Wanita dan Narsis ga bisa dipisahkan hehe |
Setelah cukup
menikmati panorama puncak gunung Gede, kami bersiap turun. Ternyata Wahyu mengalami
keram di kaki. Aku pun duluan bukan karena egois, tetapi karena teringat dengan
janji jam 12.00 sudah sampai pos Air Panas dan Bang Kemal mendampingi Wahyu.
Yup. Setelah setengah
berlari, aku sampai di pos Air Panas jam 12.00 sesuai target. Di tengah
perjalanan tadi sempat hujan dan dengan modal PD aku nimbrung team pendaki lain yang membawa tikar besar yang digunakan
sebagai payung dadakan. Perlu diketahui, sesama pendaki akan merasa sejiwa,
sedarah, seperjuangan sebangsa setanah air meskipun baru kenal. Hahaha. Makanya
tidak mengherankan jika kalau kita naik gunung, sesama pendaki akan saling
berbagi, saling tolong-menolong, ramah, dan segala yang berbau positif. Hahaha.
Sambil menunggu hujan
agak reda, kami beberes dan
ngobrol-ngobrol di pos Air Panas. Banyak pendaki yang melanjutkan perjalanan.
Saat ditanya, kebanyakan dari tujuan mereka adalah Gunung Gede. Jarang sekali
yang ke Gunung Pangrango dengan alasan kalau ke Pangrango, tracknya lebih sulit,
lebih tinggi dari gunung Gede, dan lebih mistis. Aku bertekad akan ke Gunung
Pangrango yang menjadi gunung tertinggi kedua itu.
Berpose di Pos Air Panas tempat bermalam bersama pendaki lain |
Jam 15.00 kami bersiap
untuk turun. Tak lupa sampah-sampah juga ikut diangkut turun. Target kami
sebelum Maghrib kami sudah sampai di basecamp Montana.
Mari Pulang, Marilah Pulang !! |
Di tengah perjalan,
bukan kaki Bang Bakti maupun kaki Wahyu lagi yang keram. Sekarang Bang Irham
mendapat giliran. Memang sangat dianjurkan, minimal seminggu sebelum pendakian,
kita rutin olahraga agar saat hari H tidak terjadi hal seperti ini. Aku juga
membiasakan seminggu sebelumnya olahraga, malah sehari sebelum berangkat aku
sempatkan lari keliling GBK Senayan.
Kita pun berjalan
santai dan Bang Kemal jalan lebih cepat di depan. Karena menurutku berjalan
santai akan membuat lebih capek, aku menyusul Bang Kemal di depan. Sementara
Bang Irham, Wahyu, Bang Bakti, dan Mbak Hermi di belakang.
Setelah lama berjalan,
aku tidak juga bertemu Bang Kemal. “Wah
nih orang sakti banget”, kataku dalam hati. Aku pun menambah speed berharap
segera bertemu Bang Kemal. Secara aku sendirian dari team ini. Aku hanya
mengikuti rombongan lain.
Sampailah aku di Rawa
Panyangcangan. Aku memutuskan untuk give up mengejar Bang Kemal. Aku istirahat
di sana sambil menunggu rombongan yang di belakang. Sekitar 20 menit menunggu
ternyata di luar dugaan. Yang datang bukanlah Wahyu, Bang Irham, Bang Bakti,
atau Mbah Herni tetapi bang Kemal lah yang datang. Loh kok bisa?
Dan itulah yang
menjadi teka-teki. Setahu kami hanya ada 1 jalur. Harusnya aku melewati Bang
Kemal, mungkin saat aku lewat, Bang Kemal sedang buang air kecil menurutku.
Tetapi ternyata tidak. Jadi saat di perjalanan, Bang Irham bertemu Bang Kemal
dan malah kaget tidak ada aku disana. Bang Kemal menyangka kalau aku ikut
romobongan belakang. Mereka pun panik menyangka kalau aku kesasar. Hahaha. Tidaklah, semoga Gunung Betung satu-satunya gunung
yang membuat aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang, aku tanpamu butiran debu #eeeh
Kami sampai di basecamp
Montana tanggal 9 November 2016 sekitar jam 19.00. Kami melewati target karena menunggu Bang Irham yang
kakinya sakit kalau dibuat berjalan.
Sesampainya disana,
kami disambut hangat oleh para volunteer Montana. Mereka pun berbagi banyak pengalaman
dan memberikan wejangan-wejangan saat mendaki. Mereka menegaskan
tujuan naik gunung bukanlah puncak, tetapi rumah. Puncak adalah bonus. Percuma
kalau sampai puncak tetapi pulang tidak selamat. Mereka juga membicarakan
mengenai metode skin to skin yang
dilakukan untuk menangani orang yang mengalami hypothermia. Jadi seluruh
pakaian si penderita hypethermia dilepas. Lalu masuk ke sleeping bag bersama
teman lain yang juga tidak memakai pakaian dan berpelukan untuk mentransfer panas
tubuh. Wah baru tahu aku metode ini. Jangan sampai aku mengalami hypothermia
karena penyakit tersebut bisa menyebabkan kematian. Maka dari itu, para
volunteer Montana menegaskan berkali-kali untuk mengutamakan safety saat
melakukan pendakian. Persiapkan segala sesuatu secara matang. Cari informasi
sebanyak mungkin mengenai gunung yang akan didaki. Olahraga seminggu sebelum
pendakian. Stretching saat akan mulai mendaki agar keram seperti yang dialami
Bang Bakti, Wahyu, dan Bang Irham tidak terjadi. Dan yang terakhir, janganlah
jadi pendaki yang sombong. Gunung bukanlah untuk ditaklukan.
Aku mengangguk-angguk setuju. Perjalanan Gunung Gede kali ini membuatku merasa kecil. Sekuat apapun fisik kita, sehebat apapun kita, alam tetaplah yang berkuasa.
Aku mengangguk-angguk setuju. Perjalanan Gunung Gede kali ini membuatku merasa kecil. Sekuat apapun fisik kita, sehebat apapun kita, alam tetaplah yang berkuasa.
“Jangan jadi Penikmat
Alam tetapi jadilah Pencinta Alam yang akan selalu mencintai alam
dimanapun berada tanpa merusak keindahannya”
3 Comments
" jangan menjadi pendaki yg sombong, gunung bukan untuk d taklukan" tumb up
ReplyDeleteNice cerpen mba Maya ..
Hi friend, please stop calling me "Maya".
DeleteMasih ga bisa move on dari cerpen Memang Maya ap ya?
Hahaha
Hahaha, kya'y .
ReplyDeletegk mau. Ttp mau manggil Maya, hhe
Emang (Maya) itu km ?? Waaah